Minggu, 01 Desember 2013

POPULASI DAN SAMPEL


Hakekat dari sampling adalah mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi tersebut berdasarkan suatu teknik pengambilan sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu.

Contoh populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu tertentu, mahasiswa yang  mengikuti  kelas  metodologi  penelitian  social,  penduduk  dengan  rentang  umur  tertentu,  artikel tentang administrasi negara  dalam periode waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan setiap artikel tentang administrasi negara   dalam periode waktu tertentu.

Dalam proses pengukuran karakter dari suatu populasi, dapat saja peneliti menggunakan pengukuran pada seluruh elemen dari populasi. Proses pengukuran yang demikian disebut dengan sensus (census). Sensus ini pada umumnya dilakukan terhadap populasi dengan jumlah elemen sedikit, yang memungkinkan semua dapat dijangkau dengan biaya dan waktu yang tersedia. Sementara untuk populasi dengan jumlah elemen  banyak,  sensus  sangat  jarang  dilakukan  kecuali  untuk  kepentingan  tertentu  seperti  sensus penduduk dari suatu negara. Untuk populasi dengan banyak elemen, pengukuran karakter populasi dilakukan melalui sejumlah elemen yang dipilih dari populasi tersebut dengan suatu metode tertentu. Cara pengambilan sejumlah elemen dari populasi ini disebut dengan sampling, dan elemen yang dipilih melalui cara ini disebut sebagai sampel (sample).

Sebagai contoh, pada suatu Unit Kerja yang beranggotakan 200 orang karyawan akan digali informasi tentang persepsi mereka tentang dukungan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Jika 200 orang tersebut  semuanya  diminta  mengisi  kuesioner    tentang  data-data  yang  diperlukan,  maka  penelitian tersebut dilakukan dengan cara sensus. Adapun sampling, hanya memilih beberapa orang saja dari 200 karyawan untuk diminta mengisi kuesioner atau diwawancarai. Selanjutnya, jika hasil sampling adalah 20 orang yang akan diukur, maka 20 orang tersebut disebut sebagai sampel penelitian.

Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan dalam dua dimensi: probability versus non-probability dan single-stage versus  multi stage (Blaiki, 2000).  Dimensi pertama,  probability versus  non-probability, mencerminkan tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel. Sedangkan dimensi kedua, menunjuk pada banyaknya tahap atau langkah dalam proses pengambilan sampel.

Single-stage probability sampling

pada single-stage probability sampling ini proses sampling dilakukan hanya satu tahap, dalam artian hanya menggunakan metode probability sampling tertentu sekali untuk menghasilkan sampel penelitian.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan 20 orang sampel dari populasi yang berjumlah 100 orang, peneliti
menggunakan simple random sampling. Proses pengambilan sampel ini tidak digabungkan dengan teknik pengambilan sampel yang lain.

Beberapa metode yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut:

Simple random sampling
Simple  random  sampling  adalah  teknik  pengambilan  sampel  yang  dilakukan  secara  acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih.
Teknik ini memilki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen dengan homoginitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen cukup hetergon, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.
Syarat penggunaan teknik sampling ini adalah, bahwa setiap elemen dari populasi harus dapat diidentifikasi.   Elemen dari populasi tersebut kemudian disusun dalam suatu sampling frame, yaitu  suatu  daftar  yang  dapat  menggambarkan  seluruh  elemen  dari  populasi.  Keberadaan sampling frame ini sangat penting dalam teknik simple random sampling ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih sederhana, cepat dan murah.
Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers.

Systematic sampling
Teknik  systematic  sampling  ini  memiliki  kemiripan  prosedur  dengan  teknik  simple  random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan. Penggunaan  interval  dalam  pemilihan  sampel  ini  merupakan  metode  quasi-random,  karena sebenarnya  tidak  dilaksanakan  random  secara  murni.  Namun,  hasil  penggunaan  systematic sampling dengan simple random sampling ternyata tidak jauh berbeda (Neuman, 1997). Oleh karena itu, penggunaannya bisa saling menggantikan, kecuali untuk populasi dengan elemen yang tersusun secara terpola atau membentuk siklus. Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, systematic sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100
elemen, adalah sebagai berikut. Pertama, susun sampling frame. Kedua, tetapkan nilai k = 5.
Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86,
91, 96, dan 1.

Stratified sampling
Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata,  maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi  ini  penting  untuk  analisa,  maka  stratified  sampling  lebih  cocok  digunakan  untuk memilih sampel.
Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut, pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat. Kedua, peneliti  merumuskan  sampling  frame  pada  masing-masing  subpopulasi  atau  strata.  Ketiga, peneliti  memilih  sampel  pada  masing-masing  subpopulasi  atau  strata  dengan  menggunakan simple random atau systematic sampling.  Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata. Dengan demikian, jika telah ditetapkan  bahwa  20  orang  akan  dipilih  sebagai  sampel  penelitian  pada  kelas  metodologi penelitian social yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara  perempuan  dan  laki-laki     adalah  60:20.  Berdasarkan  proporsi  tersebut,  selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang.
Terkadang  seorang  peneliti  memilih  sampel  dengan  tidak  melihat  proporsi  tersebut,  sebagai contoh,  pada  kasus  diatas  ia  memilih  sampel  laki-laki  sejumlah  10  orang.  Dalam  kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan.   Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang.

Cluster sampling

Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut  kemudian  seluruh  pegawai  dijadikan  sampel  atau  dipilih  sejumlah  pegawai  sebagai sampel penelitian secara random.

Judgement  sampling  (purposive  sampling)  adalah  teknik  penarikan  sampel  yang dilakukan berdasarkan karakteristik  yang ditetapkan  terhadap  elemen  populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.Bedanya, jika dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta sampel pada setiap sub-subpopulasi ditentukan sendiri oleh peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.

Snowball Sampling merupakan salah satu bentuk judgement sampling yang sangat tepat digunakan bila populasinya kecil dan spesifik. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, makin lama sampel menjadi semakin besar, seperti bola salju yang menuruni lereng gunung.

Kriteria Sampling

Kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan tipe sampling yang baik, diantaranya:
(1) dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi,
(2) dapat menentukan presisi dari hasil penelitian,
(3) sederhana, mudah dilaksanakan, dan
(4) dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin tentang populasi dengan biaya minimal.

Prinsip Menentukan Ukuran Sampel (sample size)

Ukuran sampel bisa ditentukan melalui dua dasar pemikiran, yaitu ditentukan atas dasar pemikiran statistis, dan atau ditentukan atas dasar pemikiran non statistis. Ditinjau dari aspek statistis, ukuran sampel ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) bentuk parameter yang menjadi tolak ukur analisis, dalam arti apakah tujuan penelitian ini untuk menaksir rata-rata, persentase, atau menguji kebermaknaan hipotesis, (2) tipe sampling, apakah simple random sampling, stratified random sampling atau yang lainnya. Tipe sampling ini berkaitan dengan penentuan  rumus-rumus  yang  harus  dipakai  untuk  memperoleh  ukuran  sampel,  dan  (3) variabilitas variabel yang diteliti (keseragaman variabel yang diteliti), makin tidak seragam atau heterogen variabel yang diteliti, makin besar ukuran sampel minimal. Sedangkan dipandang dari
sudut nonstatistis, ukuran sampel ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) kendala waktu atau time constraint, (2) biaya, dan (3) ketersediaan satuan sampling.

Populasi Sasaran dan Populasi Studi


Populasi Sasaran dan Populasi Studi


Satuan Sampling dan Kerangka Sampling

•    Satuan sampling adalah segala sesuatu yang dijadikan satuan (unit) yang nantinya akan menjadi objek penelitian. Contoh: (1) apabila  Indonesia dibagi ke dalam 33 satuan yang disebut propinsi dan dalam penelitian provinsi ini yang akan dipilih sebagai sampel, maka provinsi menjadi satuan sampling. (2) Apabila sebuah perusahan dibagi ke dalam departemen atau bagian, dan dalam departemen atau bagian ini sampel akan dipilih sebagai objek penelitian, maka departemen atau bagian ini adalah satuan sampling.
•    Kerangka sampling adalah daftar yang berisi satuan-satuan sampling yang ada dalam sebuah populasi, yang berfungsi sebagai dasar untuk penarikan sampel. Setiap satuan sampling mempunyai nomor urut tertentu. Contoh: Kota Bandung terdiri dari kecamatan- kecamatan. Kalau peneliti menjadikan kecamatan dimana sampel akan dipilih sebagai objek, maka kecamatan adalah satuan sampling. Nama-nama kecamatan yang ada di Kota Bandung kemudian didaftar, maka daftar nama-nama kecamatan di Kota Bandung ini yang dinamakan kerangka sampling. Bentuk kerangka samplingnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Kerangka Sampling

Presisi dan Akurasi

•    Presisi (precision) diartikan sebagai ukuran seberapa jauh sesuatu alat akan memberikan hasil yang konsisten. Presisi erat kaitannya dengan variasi data.
•    Akurasi adalah seberapa tepat alat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi akurasi berbicara tentang jarak, yang diukur dari target. Dengan demikian akurasi menunjukkan ketepatan atau ketelitian menentukan sampel dalam menggambarkan karakteristik populasi.

•    Sampel dikatakan memiliki akurasi tinggi apabila kesimpulan yang diambil dari sampel dapat menggambarkan karakteristik dari populasi dan sebaliknya dikatakan akurasinya rendah apabila karakteristik populasi tidak sepenuhnya dapat digambarkan (menyimpang/bias) oleh kesimpulan yang diambil dari sampel.

Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Signifikansi

•    Proses inferensi dalam metode statistika adalah proses membuat induksi atau melakukan generalisasi tentang karakteristik populasi berdasarkan karakteristik sampel. Proses inferensi mengandung dua hal,  yaitu membuat estimasi nilai parameter dan menguji hipotesis.
•    Karena membuat estimasi dan/atau menguji hipotesis hanya  berdasarkan pada informasi data sampel, sedang sifat sampel bagaimanapun juga tidak akan persis sama dengan populasi, maka diperlukan kriteria atau standar tertentu untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam membuat estimasi maupun dalam menguji hipotesis. Kriteria tersebut dalam statistika disebut sebagai tingkat kepercayaan (confidence level) dan tingkat signifikansi (significance level).
•  Tingkat kepercayaan atau tingkat keyakinan pada dasarnya menunjukkan tingkat keterpercayaan sejauhmana statistik sampel dapat mengestimasi dengan benar parameter populasi dan/atau sejauhmana pengambilan keputusan mengenai hasil uji hipotesis nol diyakini kebenarannya.
•    Dalam statistika, tingkat kepercayaan nilainya berkisar antara 0 sampai 100%. Secara konvensional,   para   peneliti   dalam   ilmu-ilmu   sosial   sering   menetapkan   tingkat kepercayaan  berkisar  antara  95  –  99%.  Jika  dikatakan  tingkat  kepercayaan  yang digunakan adalah 95%, ini berarti tingkat kepastian statistik sampel mengestimasi dengan benar parameter populasi adalah 95%, atau tingkat keyakinan untuk menolak atau mendukung hipotesis nol dengan benar adalah 95%.
•    Tingkat   signifikansi   (a)   menunjukkan  probabilitas   atau   peluang   kesalahan   yang ditetapkan  peneliti  dalam  mengambil  keputusan  untuk  menolak  atau  mendukung hipotesis nol. Seperti halnya tingkat kepercayaan, tingkat signifikansi juga dinyatakan dalam  persen.  Misalnya,  ditetapkan  tingkat  signifikansi  0,05  atau  0,10.  Artinya, keputusan peneliti untuk menolak atau mendukung hipotesis nol memiliki probabilitas kesalahan sebesar 5% atau 10%. Dalam beberapa program statistik berbasis komputer seperti SPSS, tingkat signifikansi selalu disertakan dan ditulis sebagai Sig. (= significance), atau dalam program komputer lainnya ditulis p-value. Nilai Sig. atau p- value adalah nilai probabilitas kesalahan yang dihitung atau menunjukkan tingkat probabilitas kesalahan yang sebenarnya. Tingkat kesalahan ini digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam pengujian hipotesis.





























































Metode Penelitian Sosial

KURVA NORMAL

 
Suatu alat statistik yang sangat penting untuk menaksir dan meramalkan peristiwa-peristiwa yang lebih luas.
Suatu data membentuk distribusi normal bila jumlah data di atas dan di bawah mean adalah sama.
 
CIRI-CIRI KURVA NORMAL

1. Bentuk Kurva Normal
        

Bentuk kurva normal menyerupai bentuk genta (bel). Kurva normal merupakan suatu poligon yang dilicinkan yang mana ordinatnya memuat frekuensi dan absisnya memuat nilai variabel. Bentuk  kurva  normal  adalah  simetris,  sehingga  luas  rata-rata (mean) ke kanan dan ke kiri masing-masing mendekati 50 %. Memiliki satu modus, jadi kurva unimodal.
 
 
 

 
 
 
2. Daerah Kurva Normal

Ruangan  yang  dibatasi  daerah  kurva  dengan  absisnya  disebut daerah kurva normal. Luas daerah kurva normal biasa dinyatakan dalam persen atau proporsi. Dengan kata lain luas daerah kurva normal adalah seratus per sen, apabila dinyatakan dalam persen, dan  apabila dinyatakan dengan proporsi, luas daerah kurva normal adalah satu.  
 
 
 
 

 
 
 
 
KURVA NORMAL STANDAR (KURVA NORMAL BAKU)

Kurva normal standar atau kurva normal baku  adalah kurva normal yang mana nilai rata-ratanya sama dengan nol ( 0 ) dan simpangan bakunya adalah 1 ( 0 ). Dalam kurva normal umum nilai rata-rata sama dengan x dan nilai simpangan baku 1s, 2s, 3s. dengan kata lain dalam kurva normal umum nilai rata-ratanya tidak sama dengan nol (0) dan nilai simpangan bakunya tidak sama dengan 1 (1). Kurva normal umum dapat diubah kedalam kurva normal baku dengan menggunakan rumus :
 
 

 
z  = nilai standard
X = Data ke i dari suatu kelompok data
X  = rata-rata kelompok s = simpangan baku


PENGGUNAAN KURVA NORMAL

Contoh: Berat bayi yang baru lahir rata-rata 3.750 gram dengan simpangan baku 325 gram. Jika berat bayi berdistribusi normal, mak tentukanlah:
a. Berapa persen yang beratnya lebih dari 4.500 gram?
b. Berapa  bayi  yang  beratnya  3.500  gram  dan  4.500  gram,  jika semuanya ada 10.000 bayi?
c. Berapa bayi yang beratnya lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram jika semuanya ada  10.000 bayi?
d. Berapa bayi yang beratnya 4.250 gram apabila semuanya ada 5.000 bayi?
e. Berapa persen bayi yang beratnya 3500 gram?
f.  Berapa persen bayi yang memiliki berat 3.250 dan 4.250 ?
 
Cara menjawab soal tersebut adalah:
1. Hitung nilai z sehingga dua desimal
2. Gambar kurva normal standar
3. Letakkan harga z pada sumbu datar lalu tarik garis vertikal hingga memotong kurva
4. Lihat harga z dalam daftar harga z, caranya cari harga z pada kolom paling kiri hanya hingga satu desimal dan desimal keduanya dicari pada baris paling atas.
5. Dari z paling kiri maju ke kanan dan dari z di baris atas turun ke bawah, maka didapat bilangan yang merupakan luas yang dicari. Bilangan yang didapat harus ditulis dalam bentuk 0, x x x x (bentuk empat desimal).
6. Apabila yang diperlukan persen maka setelah melalui langkah ke lima kalikan dengan 100.
Karena luas daerah kurve normal adalah 1 atau 100 %, dan bentuk kurva  simetrik,  maka  luas  dari  garis  tegak  pada  titik  nol  ke  kiri ataupun kekanan adalah 0.5 atau 50%.
 
 
 
PENYELESAIAN SOAL DI ATAS:



a.     X = 4.500 gram         X  = 3.750                s = 325
Luas daerah kurva dengan nilai z = 2,31 adalah 0,4896 Bayi yang memiliki berat lebih dari 4.500 gram, pada grafiknya ada di sebelah kanan z = 2,31. Luas daerah kurva ini adalah 0,5 – 0,4896 = 0,014. Jadi bayi yang memiliki berat lebih dari 4.500gram ada 1,04%  
 
 

 

Luas daerah kurva  dengan nilai z = -0,77 adalah 0,2794 dan luas daerah dengan nilai z = 2,31 adalah 0,4896.
Grafik bayi yang memiliki berat 3500 dan 4500 ada diantara z = -0,77 dan z = 2,31. Luas daerahnya adalah 0,2794 + 0,4896 = 0, 7690.
 
Jadi banyak bayi yang memiliki berat badan 4500 gram kira-kira ada 0,7690 x 10.000 = 7.690
c.  Bayi yang memiliki berat lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram, maka beratnya harus lebih kecil dari 4000,5 gram. Luas daerah kurva dengan nilai z =0,77 adalah 0,2794 Perkiraan bayi yang memiliki berat lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram adalah : 0,5 + 0,2794 = 0,7794 Banyak bayi yang memiliki berat lebih kecil atau sama dengan 4.000 gram adalah 0,7794 x 10.000 = 7794.
 
 



 

 
 
 
d.  Bayi yang memiliki berat 4.250 gram berarti beratnya ada diantara 4.249,5 gram dan 4.250,5 gram.
X = 4.249,5            X = 4250,5  


 
Luas daerah kurva dengan nilai z = 1,53 adalah  0,4370
Luas daerah kurva dengan nilai z = 1,54 adalah 0,4382
Luas daerah kurva yang perlu adalah:  0,4382 –0,4370 = 0,0012
Jadi banyak bayi yang memiliki berat 4.250 gram adalah : 0,0012  x 5.000 = 6.
 
 
 
 
 
 
 
 

Selasa, 26 November 2013

Probabilitas (Peluang)

1. Peluang Suatu Kejadian
a. Kejadian Sederhana
Dalam seperangkat kartu remi terdapat 13 kartu merah bergambar hati, 13 kartu merah bergambar diamond, 13 kartu hitam bergambar wajik, dan 13 kartu hitam bergambar kriting. Sebuah kartu diambil secara acak dari seperangkat kartu tersebut.
Seperangkat kartu remi. (a) Kartu hati yang berwarna merah. (b) Kartu wajik yang berwarna hitam. (c) Kartu diamond yang berwarna merah. (d) Kartu kriting yang berwarna hitam.
Misalkan, kartu yang terambil bergambar hati. Kejadian muncul kartu bergambar hati pada pengambilan tersebut dinamakan kejadian sederhana karena muncul kartu bergambar hati pasti berwarna merah. Lain halnya jika kartu yang terambil berwarna merah. Kejadian muncul kartu berwarna merah dinamakan kejadian bukan sederhana karena muncul kartu berwarna merah belum tentu bergambar hati, tetapi mungkin bergambar diamond.
b. Ruang Sampel
Jika sekeping uang logam ditos, akan muncul muka angka (A) atau muka gambar (G). Pada pengetosan tersebut, A dan G dinamakan titik sampel, sedangkan {A, G} dinamakan ruang sampel. Jika sebuah dadu ditos, titik sampelnya adalah mata dadu 1, 2, 3, 4, 5, dan 6, sedangkan ruang sampelnya adalah {1, 2, 3, 4, 5, 6}.
Dari uraian tersebut, dapatkah Anda menyatakan pengertian ruang sampel? Cobalah nyatakan pengertian ruang sampel dengan kata-kata Anda sendiri. Konsep yang telah Anda pelajari tersebut memperjelas definisi berikut.
Definisi 1 :
Ruang sampel adalah himpunan semua titik sampel atau himpunan semua hasil yang mungkin dari suatu percobaan. Ruang sampel dinotasikan dengan S.
Contoh Soal 1 :
Tentukan ruang sampel percobaan berikut.
a. Tiga keping uang logam ditos bersamaan.
b. Dua keping uang logam dan sebuah dadu ditos bersamaan.
Penyelesaian:
Gambar 1.

Diagram pohon pelemparan 3 keping uang logam.
a. Perhatikan diagram pohon pada Gambar 2. di atas dengan saksama. Dari diagram tersebut, jika tiga keping uang logam ditos bersamaan, ruang sampelnya adalah {AAA, AAG, AGA, AGG, AGG, GAA, GAG, GGA, GGG}.
b. Dua keping uang logam dan sebuah dadu ditos, ruang sampelnya (amati Tabel ) adalah { AA1, AA2, AA3, AA4, AA5, AA6, AG1, AG2, AG3, AG4, AG5, AG6, GA1, GA2, GA3, GA4, GA5, GA6, GG1, GG2, GG3, GG4, GG5, GG6}.
Tabel 1. Ruang sampel percobaan pelemparan dua keping uang logam dan sebuah dadu.
1 Dadu 1 2 3 4 5 6
2
     Uang Logam
AA AA 1 AA2 AA3 AA4 AA5 AA6
AG AG 1 AG2 AG3 AG4 AG5 AG6
GA GA 1 GA2 GA3 GA4 GA5 GA6
GG GG1 GG2 GG3 GG4 GG5 GG6
c. Peluang
Misalkan, sekeping uang logam yang bentuknya simetris ditos sebanyak 50 kali, kejadian munculnya muka gambar sebanyak 23 kali sehingga 23/50 = 0,46 dinamakan frekuensi relatif muncul muka gambar. Jika pengetosan uang logam tersebut dilakukan berulang-ulang dalam frekuensi yang besar, frekuensi relatif kejadian muncul muka gambar akan mendekati suatu bilangan tertentu, yaitu ½ Bilangan tersebut dinamakan peluang dari kejadian muncul angka.


Gambar 2.
Hasil yang mungkin dari pelemparan sebuah uang logam Rp 500,00.
Pada pengetosan sekeping uang logam yang bentuknya simetris, kemungkinan yang muncul hanya dua, yaitu permukaan gambar dan permukaan angka. Peluang muncul permukaan gambar atau permukaan angka sama. Secara matematika, peluang munculnya permukaan gambar adalah satu dari dua kemungkinan atau ½ sehingga peluang munculnya permukaan angka juga ½.
Misalkan, sebuah kotak berisi 8 bola, yaitu 3 bola merah, 1 bola putih, dan 4 bola hijau. Dari kotak tersebut, akan diambil sebuah bola. Peluang terambil 1 bola dari kotak yang berisi 8 bola tersebut adalah 1/8. Peluang terambilnya 1 bola merah adalah 3/8. Adapun peluang terambilnya 1 bola putih adalah 1/8, dan peluang terambil 1 bola hijau adalah 4/8.
Diketahui, N adalah banyak titik sampel pada ruang sampel S dari sebuah percobaan. Kejadian A adalah salah satu kejadian pada percobaan tersebut sehingga peluang A adalah P(A) = 1/N.
Apabila banyak kejadian A yang terjadi dari percobaan tersebut adalah n, peluang terjadinya kejadian A adalah P(A) = n/N.
Ingatlah :
Mata uang yang bentuknya simetris artinya tidak lebih berat ke arah gambar atau ke arah angka.
Informasi untuk Anda :
Pada 2000 tahun Sebelum Masehi, orang kaya dan penyihir menggunakan dadu sebagai permainan. Dadu yang digunakan berbentuk bangun bersisi empat. Bentuk dadu sekarang dikenal beberapa waktu kemudian. Dadu yang kali pertama digunakan dalam permainan tersebut terbuat dari tulang rusa, sapi, atau kerbau. (Sumber: http://www.DrMath.com)
Contoh Soal 2 :
Dalam pengetosan sebuah dadu yang seimbang, tentukan :
a. peluang muncul angka prima;
b. peluang muncul kelipatan 2;
Jawaban :
Pada pengetosan sebuah dadu, ruang sampelnya adalah :
{1, 2, 3, 4, 5, 6} → n (S) = 6.
a. Peluang muncul angka prima.
Ruang sampel mata dadu angka prima adalah P = {2, 3, 5} maka n (P) = 3, Dengan demikian, peluang muncul angka prima adalah :
P(prima) = n (P) / N (S) = 3/6 = ½
b. Peluang muncul kelipatan 2.
Ruang sampel mata dadu angka kelipatan 2 adalah :
K = {2, 4, 6} maka n (K) = 3.
Dengan demikian, peluang muncul kelipatan 2 adalah :
P(K) = n(K)/N(S) = 3/6 = 1/2
d. Kisaran Nilai Peluang
Di Kelas IX Anda telah mengetahui bahwa nilai peluang suatu percobaan adalah antara 0 dan 1 atau 0 ≤ P(x) ≤ 1 dengan x adalah kejadian pada percobaan tersebut.
• Apabila P(x) = 0, kejadian x mustahil terjadi.
• Apabila P(x) = 1, kejadian x pasti terjadi.
Jadi, jika Anda mengetahui bahwa suatu kejadian kemungkinan kecil terjadi maka peluangnya mendekati nilai nol. Sebaliknya, jika peluang suatu kejadian yang kemungkinan besar dapat terjadi, peluangnya mendekati nilai 1.
Contoh Soal 3 :
Tentukan peluang dari pernyataan-pernyataan berikut.
1. Ikan dapat hidup di darat.
2. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah.
3. Lumut tumbuh di daerah gurun.
4. Muncul kartu as pada pengambilan seperangkat kartu remi.
Penyelesaian :
1. Ikan hidup di darat merupakan suatu kemustahilan sehingga peluangnya sama dengan 0.
2. Air mengalir dari tempat tinggi ke tempat rendah merupakan suatu kepastian sehingga peluangnya sama dengan 1.
3. Lumut tumbuh di daerah gurun merupakan suatu kemustahilan sehingga peluangnya sama dengan 0.
4. Muncul kartu as pada kartu remi bukan merupakan suatu kemustahilan dan bukan pula suatu kepastian sehingga peluangnya di antara 0 dan 1, yaitu 1/13.
2. Frekuensi Harapan
Anda telah mempelajari bahwa peluang muncul permukaan gambar pada pengetosan uang logam adalah 1/12. Apabila pengetosan dilakukan 100 kali, harapan akan muncul permukaan angka adalah 50 kali atau setengah dari 100. Banyak muncul permukaan angka sebanyak 50 kali dari 100 kali pengetosan dinamakan frekuensi harapan.
Dari uraian tersebut, dapatkah Anda menyatakan pengertian frekuensi harapan suatu kejadian? Cobalah nyata kan pengertian frekuensi harapan suatu kejadian dengan kata-kata Anda sendiri.
Konsep yang telah Anda pelajari tersebut memperjelas definisi berikut.
Definisi 2 :
Frekuensi harapan suatu kejadian ialah frekuensi yang diharapkan terjadinya kejadian tersebut selama n percobaan tersebut. Frekuensi harapan dirumuskan sebagai berikut.
fH = n × P(A)
Dalam hal ini,
n : banyak percobaan
P(A) : peluang terjadinya kejadian A
Contoh Soal 3 :
1. Sebuah dadu ditos sebanyak 100 kali, tentukan :
a. harapan muncul mata dadu 5,
b. harapan muncul mata dadu yang habis dibagi 3,
c. harapan muncul mata dadu prima ganjil,
d. harapan muncul mata dadu prima genap, dan
e. harapan muncul mata dadu ganjil.
2. Di sebuah negara diketahui bahwa peluang orang dewasa yang terkena serangan jantung adalah 0,07 dan peluang terkena penyakit liver adalah 0,17. Jika sebanyak 25.000 orang dewasa di negara tersebut diperiksa, berapa orang dewasa terkena penyakit serangan jantung dan berapa orang yang terkena penyakit liver?
3. Dalam sebuah penelitian diperoleh data bahwa dari hasil penyilangan diperoleh hasil 1.000 bunga dengan warna yang berbeda dengan perbandingan 1 putih : 3 merah muda : 1 merah. Berapakah banyak bunga merah, merah muda, dan putih yang dihasilkan?
Pembahasan :
1.      
a.     fH (mata dadu 5) = 100 x (1/6) = 100/6 = 50/3
b.     fH (habis dibagi 3) = 100 x (2/6) = 100/3
c.      fH ( prima ganjil) = 100 x (2/6) = 100/3
d.     fH ( prima genap) = 100 x (1/6) = 100/6 = 50/3
e.     fH (ganjil) = 100 x (3/6) = 50

2. fH (orang terkena serangan jantung) = 25.000 × 0,07 = 1.750
fH (orang terkena penyakit liver) = 25.000 × 0,17 = 4.250
3. Hasil yang diperoleh 1 : 3 : 1, maka banyaknya bunga yang diperoleh adalah :
• bunga putih = (1/5) x 1.000 = 200 bunga
• bunga merah muda = (3/5) x 1.000 = 600 bunga
• bunga merah = (1/5) x 1.000 = 200 bunga
Praktikum 1 :
Sediakan sebuah dadu. Kemudian, bersama kelompok belajar Anda lemparkanlah ke atas (sambil diputar) dadu itu sebanyak 100 kali. Catatlah berapa kali muncul :
a. mata dadu bilangan 5,
b. mata dadu bilangan yang habis dibagi 3,
c. mata dadu bilangan prima ganjil,
d. mata dadu bilangan prima genap, dan
e. mata dadu bilangan ganjil.
Referensi :
Djumanta, W. 2008. Mahir Mengembangkan Kemampuan Matematika 2 : untuk Kelas XI Sekolah Menengah Atas / Madrasah Aliyah. Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. p. 250