Hakekat dari sampling adalah mengukur karakter asli (true character) dari populasi melalui anggota (elemen, kasus atau unit) populasi yang diambil dari populasi tersebut berdasarkan suatu teknik pengambilan sampel tertentu. Adapun populasi adalah keseluruhan kasus atau elemen yang memenuhi kriteria tertentu, dan dapat berupa orang, tindakan sosial, kejadian, tempat, waktu atau sesuatu.
Contoh populasi, antara lain adalah: penduduk suatu kabupaten dalam periode waktu tertentu, mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, penduduk dengan rentang umur tertentu, artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu. Dari contoh populasi tersebut, kita selanjutnya dapat mengenali elemen dari masing-masing populasi, yaitu: setiap anggota penduduk dari kabupaten dalam periode waktu tertentu, setiap mahasiswa yang mengikuti kelas metodologi penelitian social, setiap penduduk dengan rentang umur tertentu, dan setiap artikel tentang administrasi negara dalam periode waktu tertentu.
Dalam proses pengukuran karakter dari suatu populasi, dapat saja peneliti menggunakan pengukuran pada seluruh elemen dari populasi. Proses pengukuran yang demikian disebut dengan sensus (census). Sensus ini pada umumnya dilakukan terhadap populasi dengan jumlah elemen sedikit, yang memungkinkan semua dapat dijangkau dengan biaya dan waktu yang tersedia. Sementara untuk populasi dengan jumlah elemen banyak, sensus sangat jarang dilakukan kecuali untuk kepentingan tertentu seperti sensus penduduk dari suatu negara. Untuk populasi dengan banyak elemen, pengukuran karakter populasi dilakukan melalui sejumlah elemen yang dipilih dari populasi tersebut dengan suatu metode tertentu. Cara pengambilan sejumlah elemen dari populasi ini disebut dengan sampling, dan elemen yang dipilih melalui cara ini disebut sebagai sampel (sample).
Sebagai contoh, pada suatu Unit Kerja yang beranggotakan 200 orang karyawan akan digali informasi tentang persepsi mereka tentang dukungan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan. Jika 200 orang tersebut semuanya diminta mengisi kuesioner tentang data-data yang diperlukan, maka penelitian tersebut dilakukan dengan cara sensus. Adapun sampling, hanya memilih beberapa orang saja dari 200 karyawan untuk diminta mengisi kuesioner atau diwawancarai. Selanjutnya, jika hasil sampling adalah 20 orang yang akan diukur, maka 20 orang tersebut disebut sebagai sampel penelitian.
Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dapat dibedakan dalam dua dimensi: probability versus non-probability dan single-stage versus multi stage (Blaiki, 2000). Dimensi pertama, probability versus non-probability, mencerminkan tingkat kerandoman dari proses pemilihan sampel. Sedangkan dimensi kedua, menunjuk pada banyaknya tahap atau langkah dalam proses pengambilan sampel.
Single-stage probability sampling
pada single-stage probability sampling ini proses sampling dilakukan hanya satu tahap, dalam artian hanya menggunakan metode probability sampling tertentu sekali untuk menghasilkan sampel penelitian.
Sebagai contoh, untuk mendapatkan 20 orang sampel dari populasi yang berjumlah 100 orang, peneliti
menggunakan simple random sampling. Proses pengambilan sampel ini tidak digabungkan dengan teknik pengambilan sampel yang lain.
Beberapa metode yang termasuk probability sampling adalah sebagai berikut:
Simple random sampling
Simple random sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak (random) sehingga setiap kasus atau elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama besar untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Pada contoh pemilihan 20 orang sampel dari populasi yang beranggotakan 100 orang, dengan teknik simple random sampling maka setiap orang pada populasi tersebut memilki peluang yang sama untuk menjadi satu dari 20 sampel yang dipilih.
Teknik ini memilki tingkat keacakan yang sangat tinggi, sehingga sangat efisien digunakan untuk mengukur karakter populasi yang memiliki elemen dengan homoginitas tinggi. Sedangkan untuk populasi yang memiliki elemen cukup hetergon, penggunaan teknik ini justru dapat menimbulkan bias.
Syarat penggunaan teknik sampling ini adalah, bahwa setiap elemen dari populasi harus dapat diidentifikasi. Elemen dari populasi tersebut kemudian disusun dalam suatu sampling frame, yaitu suatu daftar yang dapat menggambarkan seluruh elemen dari populasi. Keberadaan sampling frame ini sangat penting dalam teknik simple random sampling ini, karena proses pemilihan sampel akan menjadi lebih sederhana, cepat dan murah.
Prosedur penggunaan simple random sampling, diawali dari pembentukan sampling frame oleh peneliti. Selanjutnya, dari sampling frame tersebut dipilih sampel yang dilakukan secara acak hingga terpenuhi jumlah sampel yang dibutuhkan. Proses pemilihan sampel ini juga dapat memanfaatkan a table of random numbers.
Systematic sampling
Teknik systematic sampling ini memiliki kemiripan prosedur dengan teknik simple random sampling. Oleh karena itu, systematic sampling juga memerlukan sampling frame, dan proses pemilihan sampel dilaksanakan secara random. Namun, berbeda dengan simple random sampling, random dilakukan hanya untuk memilih sampel pertama. Sedangkan pemilihan sampel kedua, ketiga dan seterusnya dilakukan secara sistematis berdasarkan interval yang telah ditetapkan. Penggunaan interval dalam pemilihan sampel ini merupakan metode quasi-random, karena sebenarnya tidak dilaksanakan random secara murni. Namun, hasil penggunaan systematic sampling dengan simple random sampling ternyata tidak jauh berbeda (Neuman, 1997). Oleh karena itu, penggunaannya bisa saling menggantikan, kecuali untuk populasi dengan elemen yang tersusun secara terpola atau membentuk siklus. Pada populasi dengan elemen yang terorganisir membentuk pola atau siklus, systematic sampling justru menimbulkan bias.
Prosedur systematic sampling adalah, pertama, disusun sampling frame. Kedua, peneliti menetapkan sampling interval (k) dengan menggunakan rumus N/n; dimana N adalah jumlah elemen dalam populasi dan n adalah jumlah sampel yang diperlukan. Ketiga, peneliti memilih sampel pertama (s1)secara random dari sampling frame. Keempat, peneliti memilih sampel kedua (S2), yaitu S1 + k. selanjutnya, peneliti memilih sampel sampai diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dengan menambah nilai interval (k) pada setiap sampel sebelumnya.
Contoh penggunaan systematic sampling untuk memilih 20 sampel dari populasi yang berisi 100
elemen, adalah sebagai berikut. Pertama, susun sampling frame. Kedua, tetapkan nilai k = 5.
Ketiga, tentukan sampel pertama secara random, misal diperoleh 6. Selanjutnya kita dapat menetukan sampel berikutnya adalah 11, 16, 21, 26, 31, 36, 41, 46, 51, 56, 61, 66, 71, 76, 81, 86,
91, 96, dan 1.
Stratified sampling
Jika peneliti memiliki informasi tambahan bahwa populasi sebenarnya terdiri dari beberapa subpopulasi atau strata, maka stratified sampling lebih cocok untuk memilih sampel penelitian. Sebagai contoh, penelitian akan dilakukan terhadap peserta kelas metodologi penelitian sosial yang semuanya berjumlah 80 orang. Informasi tambahan bagi peneliti adalah bahwa dari 80 orang tersebut 60 orang adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Jika peneliti menganggap informasi ini penting untuk analisa, maka stratified sampling lebih cocok digunakan untuk memilih sampel.
Prosedur penggunaan stratified sampling adalah sebagai berikut, pertama, peneliti membagi populasi kedalam beberapa subpoplasi atau strata berdasarkan informasi yang didapat. Kedua, peneliti merumuskan sampling frame pada masing-masing subpopulasi atau strata. Ketiga, peneliti memilih sampel pada masing-masing subpopulasi atau strata dengan menggunakan simple random atau systematic sampling. Dalam pemilihan sampel ini, proporsi jumlah sampel antar strata adalah sama dengan proporsi jumlah elemen antar strata. Dengan demikian, jika telah ditetapkan bahwa 20 orang akan dipilih sebagai sampel penelitian pada kelas metodologi penelitian social yang jumlah elemennya adalah 80 orang, maka perbandingan jumlah sampel antara perempuan dan laki-laki adalah 60:20. Berdasarkan proporsi tersebut, selanjutnya diperoleh sampel untuk perempuan adalah 15 orang dan untuk laki-laki adalah 5 orang.
Terkadang seorang peneliti memilih sampel dengan tidak melihat proporsi tersebut, sebagai contoh, pada kasus diatas ia memilih sampel laki-laki sejumlah 10 orang. Dalam kondisi demikian, maka hasil analisis tidak dapat digeneralisasikan secara langsung terhadap populasi tersebut. Selanjutnya, agar hasil analisis dapat digeneralisasikan, peneliti perlu melakukan pembobotan (weighting). Dalam contoh tersebut, karena jumlah sampel laki-laki dilipatduakan, maka jumlah sampel perempuan juga perlu dilipatduakan. Hasil akhir setelah pembobotan, jumlah sampel perempuan adalah 30 orang dan jumlah sampel laki-laki adalah 10 orang.
Cluster sampling
Cluster sampling disebut juga dengan area sampling. Cluster sampling ini digunakan ketika elemen dari populasi secara geografis tersebar luas sehingga sulit untuk disusun sampling frame. Keuntungan penggunaan teknik ini adalah menjadikan proses sampling lebih murah dan cepat daripada jika digunakan teknik simple random sampling. Akan tetapi, hasil dari cluster sampling ini pada umumnya kurang akurat dibandingkan simple random sampling.
Adapun cluster adalah suatu unit yang berisi sekumpulan elemen-elemen populasi. Namun, terhadap populasi yang lebih tinggi, Cluster sendiri berkedudukan sebagai elemen dari populasi tersebut. Seoarang peneliti yang menggunakan cluster sampling, pertama-tama memilih sampel yang berbentuk cluster dari suatu populasi. Selanjutnya, dari tiap-tiap cluster sampel tersebut, diturunkan sampel yang berbentuk elemen. Sebagai contoh, pemilihan sampel pegawai pada suatu departemen yang pegawainya tersebar pada berbagai unit kerja yang juga tersebar secara geografis. Pada kasus ini, peneliti dapat menjadikan unit kerja sebagai cluster dan selanjutnya secara random memilih beberapa unit kerja sebagai sampel. Pada setiap Unit kerja yang terpilih tersebut kemudian seluruh pegawai dijadikan sampel atau dipilih sejumlah pegawai sebagai sampel penelitian secara random.
Judgement sampling (purposive sampling) adalah teknik penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan karakteristik yang ditetapkan terhadap elemen populasi target yang disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian.Bedanya, jika dalam sampling stratifikasi penarikan sampel dari setiap subpopulasi dilakukan dengan acak, maka dalam sampling kuota, ukuran serta sampel pada setiap sub-subpopulasi ditentukan sendiri oleh peneliti sampai jumlah tertentu tanpa acak.
Snowball Sampling merupakan salah satu bentuk judgement sampling yang sangat tepat digunakan bila populasinya kecil dan spesifik. Cara pengambilan sampel dengan teknik ini dilakukan secara berantai, makin lama sampel menjadi semakin besar, seperti bola salju yang menuruni lereng gunung.
Kriteria Sampling
Kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan tipe sampling yang baik, diantaranya:
(1) dapat menghasilkan gambaran yang dapat dipercaya dari seluruh populasi,
(2) dapat menentukan presisi dari hasil penelitian,
(3) sederhana, mudah dilaksanakan, dan
(4) dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin tentang populasi dengan biaya minimal.
Prinsip Menentukan Ukuran Sampel (sample size)
Ukuran sampel bisa ditentukan melalui dua dasar pemikiran, yaitu ditentukan atas dasar pemikiran statistis, dan atau ditentukan atas dasar pemikiran non statistis. Ditinjau dari aspek statistis, ukuran sampel ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) bentuk parameter yang menjadi tolak ukur analisis, dalam arti apakah tujuan penelitian ini untuk menaksir rata-rata, persentase, atau menguji kebermaknaan hipotesis, (2) tipe sampling, apakah simple random sampling, stratified random sampling atau yang lainnya. Tipe sampling ini berkaitan dengan penentuan rumus-rumus yang harus dipakai untuk memperoleh ukuran sampel, dan (3) variabilitas variabel yang diteliti (keseragaman variabel yang diteliti), makin tidak seragam atau heterogen variabel yang diteliti, makin besar ukuran sampel minimal. Sedangkan dipandang dari
sudut nonstatistis, ukuran sampel ditentukan oleh beberapa faktor, diantaranya: (1) kendala waktu atau time constraint, (2) biaya, dan (3) ketersediaan satuan sampling.
Populasi Sasaran dan Populasi Studi
Populasi Sasaran dan Populasi Studi
Satuan Sampling dan Kerangka Sampling
• Satuan sampling adalah segala sesuatu yang dijadikan satuan (unit) yang nantinya akan menjadi objek penelitian. Contoh: (1) apabila Indonesia dibagi ke dalam 33 satuan yang disebut propinsi dan dalam penelitian provinsi ini yang akan dipilih sebagai sampel, maka provinsi menjadi satuan sampling. (2) Apabila sebuah perusahan dibagi ke dalam departemen atau bagian, dan dalam departemen atau bagian ini sampel akan dipilih sebagai objek penelitian, maka departemen atau bagian ini adalah satuan sampling.
• Kerangka sampling adalah daftar yang berisi satuan-satuan sampling yang ada dalam sebuah populasi, yang berfungsi sebagai dasar untuk penarikan sampel. Setiap satuan sampling mempunyai nomor urut tertentu. Contoh: Kota Bandung terdiri dari kecamatan- kecamatan. Kalau peneliti menjadikan kecamatan dimana sampel akan dipilih sebagai objek, maka kecamatan adalah satuan sampling. Nama-nama kecamatan yang ada di Kota Bandung kemudian didaftar, maka daftar nama-nama kecamatan di Kota Bandung ini yang dinamakan kerangka sampling. Bentuk kerangka samplingnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Kerangka Sampling
Presisi dan Akurasi
• Presisi (precision) diartikan sebagai ukuran seberapa jauh sesuatu alat akan memberikan hasil yang konsisten. Presisi erat kaitannya dengan variasi data.
• Akurasi adalah seberapa tepat alat mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi akurasi berbicara tentang jarak, yang diukur dari target. Dengan demikian akurasi menunjukkan ketepatan atau ketelitian menentukan sampel dalam menggambarkan karakteristik populasi.
• Sampel dikatakan memiliki akurasi tinggi apabila kesimpulan yang diambil dari sampel dapat menggambarkan karakteristik dari populasi dan sebaliknya dikatakan akurasinya rendah apabila karakteristik populasi tidak sepenuhnya dapat digambarkan (menyimpang/bias) oleh kesimpulan yang diambil dari sampel.
Tingkat Kepercayaan dan Tingkat Signifikansi
• Proses inferensi dalam metode statistika adalah proses membuat induksi atau melakukan generalisasi tentang karakteristik populasi berdasarkan karakteristik sampel. Proses inferensi mengandung dua hal, yaitu membuat estimasi nilai parameter dan menguji hipotesis.
• Karena membuat estimasi dan/atau menguji hipotesis hanya berdasarkan pada informasi data sampel, sedang sifat sampel bagaimanapun juga tidak akan persis sama dengan populasi, maka diperlukan kriteria atau standar tertentu untuk digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dalam membuat estimasi maupun dalam menguji hipotesis. Kriteria tersebut dalam statistika disebut sebagai tingkat kepercayaan (confidence level) dan tingkat signifikansi (significance level).
• Tingkat kepercayaan atau tingkat keyakinan pada dasarnya menunjukkan tingkat keterpercayaan sejauhmana statistik sampel dapat mengestimasi dengan benar parameter populasi dan/atau sejauhmana pengambilan keputusan mengenai hasil uji hipotesis nol diyakini kebenarannya.
• Dalam statistika, tingkat kepercayaan nilainya berkisar antara 0 sampai 100%. Secara konvensional, para peneliti dalam ilmu-ilmu sosial sering menetapkan tingkat kepercayaan berkisar antara 95 – 99%. Jika dikatakan tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95%, ini berarti tingkat kepastian statistik sampel mengestimasi dengan benar parameter populasi adalah 95%, atau tingkat keyakinan untuk menolak atau mendukung hipotesis nol dengan benar adalah 95%.
• Tingkat signifikansi (a) menunjukkan probabilitas atau peluang kesalahan yang ditetapkan peneliti dalam mengambil keputusan untuk menolak atau mendukung hipotesis nol. Seperti halnya tingkat kepercayaan, tingkat signifikansi juga dinyatakan dalam persen. Misalnya, ditetapkan tingkat signifikansi 0,05 atau 0,10. Artinya, keputusan peneliti untuk menolak atau mendukung hipotesis nol memiliki probabilitas kesalahan sebesar 5% atau 10%. Dalam beberapa program statistik berbasis komputer seperti SPSS, tingkat signifikansi selalu disertakan dan ditulis sebagai Sig. (= significance), atau dalam program komputer lainnya ditulis p-value. Nilai Sig. atau p- value adalah nilai probabilitas kesalahan yang dihitung atau menunjukkan tingkat probabilitas kesalahan yang sebenarnya. Tingkat kesalahan ini digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan dalam pengujian hipotesis.
Metode Penelitian Sosial